Hukum - Hukum yang berkaitan dengan kitab suci al-Qur’an


 Oleh : Ilgafur tanjung* 

 A. Pendahuluan

Jika kita berbicara tentang al-Qur’an maka pasti tak akan ada habisnya, akan tetapi permasalahan yang berkaitan dengan al-Quran sangat penting untuk kita ketahui. al-Quran adalah kalam ilahi yang diturunkan kepada Nabi besar kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang kedudukannya sangat tinggi dalam agama islam karena selain sebagai sumber hukum dalam syariat islamiyah serta kitab suci dan pedoman hidup umat islam, mengimaninya juga termasuk rukun iman yang ke-3. Karena kedudukan al-Quran yang sangat agung inilah kita dituntut selalau memuliakannaya dan mengamalka isinya, dan dituntut juga agar selalu membacanya, mengajarkannya, mempelajarinya dengan memiliki adab atau etika yang harus diperhatikan agar berkah al-Quran itu lebih terasa dan berdampak serta membekas dalam diri kita dan semoga al-Quran menjadi jalan hidayah kita dan menjadi pemberi syafa`at bagi kita di hari kiamat kelak. Akan tetapi masih banyak di kalangan umat islam itu sendiri yang belum paham atau bahkan belum tahu adab dan etika dalam bergaul dengan al-Qur’an. Dalam makalah yang sangat ringkas dan singkat ini penulis mencoba memaparkan sedikit permasalahan dari sekian banyak permasalahan seputar al-Quran yang sering kita jumpai dan terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Penulis berharap semoga tulisan yang singkat ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin. 

B. Defenisi Al-Qur’an 

Al-Qur’an Menurut ulama usul adalah kalam Allah Swt berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril, yang diawali dengan suroh al - Fatihah dan diakhiri dengan suroh an - Nas dan dinilai sebagai suatu ibadah bagi yang membacanya. 

 C. Hukum Hukum yang bersangkutan dengan kitab Suci Al - Qur’an. Banyak sekali permasalahan yang belum kita ketahui tentang hukum yang bersangkutan dengan kitab suci al-Qur’an, dan permasalahan ini sungguh sangat layak diketahui serta diamalkan oleh umat muslim, contohnya apakah hukum menyentuh al-Qur’an dengan tanpa ada air wudhu atau dalam keadaan tidak suci ? Apa Hukum membakar al-Qur’an ? 

Disini saya akan mencoba menuliskan beberapa perkataan ulama tentang permasalahan yang bersangkutan dengan al-Qur’an yang sangat mulia dan agung, yang suci dari campur tangan manusia. al-Qur’an merupakan satu – satunya kitab Suci yang tidak akan punah sampai hari kiamat tiba, karena Allah Swt telah menjamin kesucian al-Qur’an dan kekekalannya sampai hari akhir (Kiamat) tiba nanti dan ini termaktub dalam surah al Hijr ayat 9. 

“ Sesungguhnya kamilah  yang menurunkan al-Qur’an dan kami pulalah yang menjaganya”. 

a. Hukum Menyentuh Al - Qur’an dengan tanpa whudlu

Para Ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat al-Qur’an yang mengenai hukum menyentuh al-Quran dengan tanpa wudhu atau dalam keadaan tidak suci. Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab Tafsir Ibnu Kastir. Dari al `Aufi berkata, bahwa maksud kalimat al Mutohharun dalam ayat al-waqiah adalah “ Malaikat “ begitu juga dengan Anas, Mujahid, `Ikrimah, Sa`id ibnu Zubair dan Dohhak, sependapat dengan al `Aufi. Dan Imam yang lain mengatakan bahwa maksud ayat “al Mutohharun” adalah suci dari hadats dan janabah, maksud ayat  di surah al Waqi`ah ayat 79 ini adalah Qur’an yang ada dihadapan kita sekarang. Sebagaimana diriwayatkan dari Imam Muslim. Dari Ibnu `Umar Bahwa Rasulullah Saw melarang memberikan al-Qur’an ke negeri musuh, sebab takut yang akan menerimanya orang yang menganut agama selain islam. Imam Malik juga meriwatkan dalam kitab Muwatta'. Pendapat ini seiring dengan pendapat Imam Qurtubi dalam kitab Al jami` li Ahkami al-Qur’an.

“Dari Abdullah bin abu bakar bin Muhammad bin `Amru Hazim : Bahwa di dalam satu kitab yang ditulis oleh baginda Rasul Saw untuk `Amr bin Hazim : Tidaklah boleh menyentuh Qur’an kecuali orang yang suci” 

Pendapat Imam yang empat tentang menyentuh al-Qur’an tanpa air wudhu atau tidak suci :

Mazhab Maliki : Mereka mengatakan boleh menyentuh seluruh al-Qur’an dan sebagiannya tanpa wudhu dengan beberapa syarat :

 1. Al-Qur’an tersebut ditulis dengan berbahasa selain bahasa ‘arab, adapun jika al-Qur’an tersebut ditulis dengan berbahasa arab baik tulisannya dengan khot yang bebeda seperti khot kufi khot mahgribi dan sebagainya tidak boleh menyentuh al-Qur’an dengan tanpa wudhu.

2. Al-Qur’an tersebut diukir di salah satu mata uang seperti dirham atau mata uang yang tertera ayat al-Qur’an.

3. Menjadikan seluruh mushaf atau sebagiannya sebagai harozan, maka hal seperti ini boleh membawanya tanpa air wudhu, dan sebagian dari mereka mengatakan tidak boleh membawa al-Qur’an seluruhnya akan tetapi diperbolehkan membawa sebagiannya. Ada dua syarat yang harus dipenuhi membawa qur’an sebagai harozan :
a. Muslim : yang membawa al-Qur’an beragama islam.
b.Al-Qur’an tersebut tertutup yang dapat mencegah masuknya kotoran.

4. Bahwa yang membawa al-Qur’an adalah seorang guru dan orang yang menuntut ilmu maka keduanya boleh menyentuh al-Qur’an dengan tanpa wudhu, disini tidak ada perbedaan antara yang mukallaf atau yang belum mukallaf, sampai sampai wanita yang sedang haidpun boleh menyentuh al-Quran apabila ia sedang belajar atau sebagai pengajar. Sselain ini semua tidak diperbolehkan menyentuh al-Qur’an dan membawanya.

Mazhab Hambali : Boleh menyentuh dan membawa al-Qur’an dengan tanpa wudhu dengan syarat : 

Sampulnya terpisah dari al-Qur’annya. Apabila sampul al-Qur’an tersebut melekat dengan Qur’annya, contohnya dalam satu bungkusan, dilipat dengan kain atau dengan daun. Atau al-Qur’an tersebut diletakkan di atas kotak, diperalatan rumah yang mau dipindahkan baik niatnya mau menyentuh al-Qur’an tersebut atau tidak. Keadaan seperti semua ini boleh menyentuh al-Qur’an dan membawanya.

Disini mazhab hambali menyamakan orang yang membawanya antara yang mukallaf dengan yang belum mukallaf, kecuali bayi yang belum mukallaf tidak wajib berwudhu akan tetapi diwajibkanlah bagi yang mengasuhnya menyuruh agar berwudhu ketika hendak menyentuh dan membawa al-Qur’an.

Mazhab Hanafi : Syarat boleh menyentuh, membawa serta menulis al-Qur’an tanpa Air wudhu :

1. Pada keadaan dharurat atau terpaksa seperti takut melihat mushaf tenggelam atau terbakar.

2. Al-Qur’an tersebut berpisah dengan sampulnya contohnya dalam satu bungkusan, dilipat dengan kain atau dengan daun dan sebagainya, dalam keadaan seperti ini boleh menyentuh dan membawa al Qur’an.

3. Bahwa orang yang menyentuh al-Qur’an tersebut belum baligh, dan ia hendak mempelajarinya, sedangkan yang sudah baligh dan wanita yang sedang haid baik sebagai pengajar dan pelajar disuatu substansi dilarang menyentuh mushaf.

4. Bahwa yang menyentuh mushaf tersebut adalah seorang yang muslim (yang beragama islam), dan Muhammad berkata : Boleh menyentuh mushaf bagi non muslim apabila ia telah mandi, adapun menghapal kitab suci al-Qur’an bagi non muslim diperbolehkan juga. Apabila semua syarat ini tidak terpenuhi maka dilaranglah bagi orang yang tidak berwudhu menyentuh mushaf baik dengan tangannya maupun dengan anggota tubuh lainnya, adapun membaca Qur’an dengan tanpa berwudhu diperbolehkan, dan diharamkan bagi orang yang sedang berhadats besar. Bagi selain yang berhadats besar disunnahkan berwudhu apabila hendak membaca al-Qur’an.

Menurut Mazhab Syafi`i : Boleh menyentuh dan membawa mushaf seluruh dan sebagiannya dengan beberapa syarat :

 1. Membawa mushaf tersebut harozan

 2. Ayat suci al-Qur’an tersebut termaktub dalam mata uang seperti pound mesir dan dirham

 3. Sebagian al-Qur’an termaktub dalam kitab-kitab ilmu untuk diambil hukum dari kitab tersebut, baik ayat yang termaktub banyak maupun sedikit. Boleh menyentuh.

4. kitab tafsir dengan syarat tafsirnya lebih banyak dibanding tulisan ayat al-Qur’annya sebaliknya tidak boleh menyentuhnya apabila ayat al-Qur’an lebih banyak daripada tafsirnya.

 5. Ayat al-Qur’an tersebut termaktub di pakaian seperti pakaian yang disulam gambar ka’bah.

6. Menyentuh mushaf dengan tujuan mempelajarinya.

 7. Menyentuh al-Qur’an untuk mempelajarinya, maka boleh bagi walinya memberi kuasa menyentuh mushaf dan membawanya. Apabila syarat yang diatas tidak terpenuhi maka hukum menyentuh mushaf haram sekalipun satu ayat, walaupun dengan penghalang yang terpisah dari mushaf baik yang terbuat dari kulit atau selainnya.

Apabila al-Qur’an diletakkan di rak kecil atau di suatu tempat kecil yang dikhususkan untuk tempat al-Qur’an maka tidak boleh menyentuh tempat tersebut selagi mushaf itu berada diatas tempat yang khusus untuk al-Qur’an. Jika tempatnya besar boleh menyentuh tempat yang dibuat khusus untuk al-Qur’an. Begitu juga dengan sampul a-Qur’an yang telah terpisah dari mushaf aslinya yang tidak tersisa sedikitpun tulisan al -Qur’an, haram menyentuhnya kecuali dijadikan sebagai sampul kitab selain Qur’an. begitu juga menyentuh batu yang ditulis ayat al-Qur’an tidak boleh menyentuh satu bagian dari bagiannya sebagaimana dilarang menyentuh mushaf .

 b. Hukum Membakar Al - Qur’an

Apa yang harus kita lakukan apabila kita memiliki al-Qur’an yang sudah lapuk dan lembaranya sudah tidak layak pakai jikalau kita memakainya lembarannya lepas dan sobek, apakah kita membiarkannya begitu saja ? sedangkan ini adalah ayat Allah Swt yang harus dimuliakan disini saya akan menukilkan pendapat para ulama tentang hukum membakar al-Qur’an, sebelum membahas hukum membakar al-Qur’an terlebih dahulu Kita ketahui bahwa setiap muslim wajib menghormati dan memuliakan Qur’an. Berkaitan dengan membakar al-Qur’an salah satu dari khulafa Ar- rasyidin pernah memerintahkan membakar al-Qur’an yaitu pada masa khalifah Utsman ibn Affan yang digelar dengan julukan Dzunnurain ( yang memiliki dua putri Nabi Saw ).

Pada awal pengumpulan Qur’an Abu Bakar didatangi khalifah Umar ibn Khattab dan berkata, sesunguhnya para Qurro dan huffaz telah banyak yang gugur di perang yang Yamamah dan aku khawatir lebih banyak lagi yang meninggal, para qurro dan huffaz akan hilang dari persada alam ini, menurut saya engkau harus memerintahkan pengumpulan al-Qur’an tutur khalifah Umar kepada khalifah Abu Bakar, lalu khalifah Abu Bakar berkata Bagaiman engkau akan mengerjakan apa yang tidak pernah dikerjakan Rasul Saw? Demi Allah ini adalah perkara yang sangat baik tutur Umar, dengan terus khalifah Umar mendatangi Abu Bakar agar segara mengumpulkan al-Qur’an sampai terbukalah hati khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan al - Qur’an, Abu Bakar memanggil Zaid bin tsabit untuk menulis al-Qur’an karena Zaid adalah seorang yang pakar menulis. Al-Qur’an yang ditulis Zaid tidak selesai pada masa khalifah Abu Bakar dilanjutkan pada masa khlifah umar ibn khattab disinilah al-Qur’an dapat dikumpulkan dalam satu mushaf.

Pada masa khalifah Utsman ibn Affan terdapat perbedaan bacaan yang satu dengan yang lainnya dan menimbulkan tafsiran yang berbeda, lalu huzaifah mengatakan kepada khalifah Utsman berilah mereka penjelasan sebelum pemahaman mereka berbeda tentang kitab ini sebagaimana para kaum nashrani dan yahudi bertikai dengan kitab mereka. Khalifah Utsman langsung mengirim surat kepada Hafsah agar megirimkan mushaf yang ia miliki kepada khalifah Utsman, disuruhlah Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Zubair, Sa`id ibn `ash, Abdur Rahman ibn Al Harits ibn Hisyam untuk menulisnya kembali dan memperbanyak mushaf tersebut. Apabila terdapat perbedaan dalam penulisan maka yang dipakai adalah yang sesuai dengan bahasa `arab suku Qurays karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Qurays. Setelah selesai khalifah Utsman mengembalikan mushaf milik Hafsah dan menyebar luaskan Mushaf yang baru ke seluruh penjuru negri islam dan menyuruh membakar mushaf yang terdapat perbedaan dengan mushaf yang baru ditulis. Dari peristiwa diatas dapat disimpulkan hukum membakar al-Qur’an adalah boleh dengan niat sebagai penghormatan dan menjaga kemuliaannya yang apabila tercecer dan dibuang di tong sampah dan berserakan dimana-mana . Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw dalam sebuah hadits.

 “ Sesungguhnya pekerjaan itu tergantung pada niat “. ( H R. Bukhari ).

 c. Hukum Merokok, Minum Teh, Kopi, tengah membaca Al - Qur’an

 Malaikat akan turun kepermukaan bumi apabila ada orang yang membaca al-qur’an untuk mendengarkan lantunan kitab suci al-Qur’an sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Muslim
"setiap perkumpulan dimana sajapun tempatnya yang disebut di dalamnya nama Allah Swt Malaikat akan datang untuk mendengarkannya".

Jadi sebaliknya Malaikat akan lari dari bau yang kurang sedap sebagaimana larangan dalam hadits mendekati mesjid setelah makan bawang merah dan bawang putih karena malaikat akan terganggu sebagaimana manusia terganggu dengan bau yang kurang sedap. Bahwa yang kita ketahui asap rokok dan baunya sangat mengganggu orang lain, begitu juga dengan malaikat akan terganggu dengan asap rokok. Malaikat tidak akan datang ke majlis qur’an yang terdapat asap rokok,

Merokok dalam majlis qur’an dapat menimbulkan beberapa kesalahan :

 • Mengusir malaikat yang sangat mencintai bau yang sedap.
• Mencegah rahmat Allah Swt yang datang beserta para malaikat.
• Memberikan kemudhratan kepada orang yang terganggu dengan baunya rokok, sesuai dengan firman Allah Swt dalam surah al `Arof ayat 204 Artinya sebagai berikut :

 “ Dan apabila dibacakan al-Qur’an dengarlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat ”

 Begitu juga dengan hukum minum teh dan kopi dipertengahan baca qur’an akan mengurangi konsentrasi mendengarkan ayat suci al-Qur’an .

d. Hukum Wanita Haid menyentuh al - Qur’an

Sering wanita yang sedang haid kebingungan dengan keadaan sedang haid apakah boleh membaca dan menyentuh mushaf ketika mengalami haid. DR `Ali Jum`ah menulis sebuah Fatwa tentang permasalahan ini sebagai berikut : Dalam perkara ini ada dua hala yang perlu diperhatikan :

 1. Menyentuh al-Qur’an
 2. Membaca al-Qur’an tanpa menyentuh.

Adapun hukum menyentuh al-Qur’an tanpa air wudhu atau suci dari hadats kecil dan besar adalah tidak boleh sebagaimana yang telah disepakati imam yang empat, berbeda dengan pendapat Ibnu Hazim yang membolehkan membaca dan menyentuh al-Qur’an tanpa air wudhu atau suci. Adapun hukum membaca al - Qur’an ketika berhadats besar adalah dilarang, Rasulullah Saw selalu membaca al-Qur’an kapan sajapun waktunya kecuali dalam keadaaan junub sebagaimana dalam hadits :

 “ Dari hadits `Ali Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Saw selalu membacakan al – Qur’an kepada kami disetiap saat dan waktu kecuali pada waktu junub”. (HR. Turmudzi )

 Haid, nifas adalah bagian dari junub akan tetapi Imam Malik mengatakan haid dan junub adalah berbeda jikalau junub dapat dihilangkan setelah mandi, sedangkan haid tidak bisa hilang setelah mandi kecuali haidnya telah selesai. Oleh karena itulah Imam Malik membolehkan membaca al-Qur’an bagi orang yang haid dengan syarat tidak menyentuh mushaf dan karena takut hafalannya hilang karena dalam hal ini tujuannya bukan untuk ta`abbud ( sebagai ibadah ), akan tetapi sebagai pembelajaran. Maksud belajar disini bukan belajar dari awal, akan tetapi maksudnya mengulang hafalan supaya wanita tersebut tidak lupa dengan hafalannya. Imam yang empat melarang bagi ibu-ibu yang haid ikut membaca al-Qur’an dalam suatu majlis yang mana disana terdapat acara baca al-Qur’an secara berjama’ah, karena perkumpulan tersebut adalah perkumpulan yang sifatnya ta`abbud ( sebagai ibadah ) akan tetapi hendaknya ia mencari ibadah yang lain selain baca al-Qur’an seperti memperbanyak dzikir seperti bertasbih tahmid, takbir, karena Rasulullah Saw tidak pernah putus dzikirnya dalam keadaan apapun, sekalipun dalam keadaan junub .

D. Penutup Demiklianlah yang dapat saya tulis, makalah ini sangat banyak kekurangannya dan masih banyak kesalahan baik dari segi penulisannya dan pembahasannaya. Mudah-mudahan dengan malakalah yang sangat singkat dan ringkas ini bermanfaat bagi penulis dan bagi kita semua, serta dapat mengamalkan ilmu yang di ketahui sesuai ajaran islam.

 E. Daftar Putaka
- Al-Qur’an al Karim
- `Atiyyah Saqr, Ahsnul Kalam Fi Fatawa Wal Ahkam, Maktabah Wahbah, Kairo, cet I, hal 27
- Abdul Rahman Al juzairi, Al fiqh `Ala Mazhab Al `arba`ah, , Juz I, Maktabah Shafa, Kairo, cet,.I, 2003,             hal 48 – 50
- DR. Rhasyad Hasan Khalil, DR. Abdul Fattah Abdullah Barsyumi,Tarikh Tyasri’ diktat tingkat I Syariah Islamiyah
- Ibnu Hajar al `Asqolani, Fathul Baari, Juz 7, Maktabah Dar al Hadits, Kairo, 2004, hal. 25
- Imam Nawawi, Arba`in Nawawiyah
- Ibnu Katsir, Tafir Qur’an al Adzim, juz 4, Dar Al Hadits, Kairo, 2003, hal. 352
- Imam Qurtubi, Al jami` li Ahkami al Qur’an, Jilid 7, Dar Al Hadits, Kairo, 2007, hal. 178
Share this video :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Berusaha Menjadi Yang Terbaik - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger